Lensa69

Pengalaman Dengan Teman Kantor Yang Bahenol

Pengalaman Dengan Teman Kantor Yang Bahenol

Sudah kurang lebih setahun aku bekerja pada sebuah perusahaan yang bergerak dalam perundingan pembelian tanah yang akan dijadikan tempat usaha. Di perusahaan itu aku juga memilki jabatan yang tidak rendah karena aku selalu yang disuruh berangkat menyurvey, menawar, dan memastikan kalau lahan yang akan dibuat usaha itu benar-benar strategis.

Aku juga sering bertemu dengan klien yang meminta bantuan perusahaan kami atau yang bekerja sama dengan perusahaan kami. Aku mendapatkan kepercayaan oleh perusahaan setelah aku berhasil memenangkan tender yang sangat besar sekali, dari itu aku menjadi orang kepercayaan bosku.

Dikala aku menyurvey sebuah lahan aku selalu ditemani oleh seorang teman kantorku yang ditugaskan oleh kantor untuk menemaniku. Namanya Bu Rena, orangnya tidak begitu cantik, tapi senyumannya sangatlah manis sekali. Dia berusia sekitar 35 tahunan, dia juga sudah mempunyai suami dan mempunyai dua orang anak. Tapi tubuh Bu Rena ini masih sangat langsing sekali, payudaranya lumayan besar sekitar 34B dan pantatnya yang ranum menghiasi pemandangan tubuh Bu Rena dibalik kerudung yang selalu menutupi wajahnya. Sudah lama aku bekerja bersama Bu Rena, jadi aku mengetahui bagaimana sifat Bu Rena. Sehingga kami dengan tidak segan lagi ketika saling bercanda.

Selain ditemani Bu Rena aku, saat menyurvey aku juga selalu diantar oleh sopir pribadiku yang juga sudah lama bekerja denganku. dibalik kerudung Bu Rena sempat aku menebak-nebak tentang gairah Seks Bu Rena ini, bahkan aku juga sempat menanyakan pada Bu Rena saat kami keluar menyurvey. Dia hanya tersenyum dengan pertanyaanku yang menjurus soal hubungan Seks.

Aku menjadi tahu kalau Bu Rena ini juga sebenarnya gak baik-baik banget, aku juga bisa mendapatkannya, tapi dia menutupinya dengan berkerudung saat dikantor. Aku juga sering menggodanya saat berada dikantor tapi tidak didepan teman-teman kantor, tapi ketika terlihat sepi, dan Bu Rena selalu hanya membalas godaanku dengan senyuman yang sangat khas dari raut wajahnya.

Waktu itu hari sabtu aku mengambil cuti karena aku ingin istirahat dirumah, menenangkan pikiran dari segala urusan yang ada dikantor. Tapi tak sesuai dengan harapanku, sekitar jam 10 siang aku ditelpon oleh atasanku dan aku ditugaskan untuk menyurvey sebuah lahan dengan sebuah klien dari perusahaan.

Dengan tak bisa menolak aku pun menyanggupinya. Dan aku meminta kalau Bu Rena diantar kerumahku. Segera aku bergegas tata-tata, menyiapkan segala sesuatu yang aku perlukan. Dan setengah jam kemudian Bu Rena sampai kerumahku dengan diantar sopir perusahaan. Aku mempersilahkannya masuk dirumahku dulu sambil menunggu bersiap. Istriku dengan Bu Rena juga sudah kenal karena aku sudah cerita tentang Bu Rena jadi istriku gak masalah.

Setelah aku selesai, aku mencari sopirku, dan setelah aku panggil istriku yang menjawab, kalau sopirku pagi tadi ijin untuk mengantar istrinya kerumah sakit. Jadi terpaksalah aku menyetir mobil sendiri. Dan aku langsung berpamitan dengan istriku. Aku dan Bu Rena lalu masuk mobil dan kami pun langsung meninggalkan rumah.

Obrolan kami di perjalanan menuju lokasi, hanya menyangkut masalah-masalah bisnis yang ada kaitannya dengan Bu Rena. Tidak ada sesuatu yang menyimpang. Bahkan setelah tiba di lokasi yang 25 km dari pusat kota, aku tak berpikir yang aneh-aneh. Bahkan aku jengkel juga ketika pemilik tanah itu tidak ada di tempat, harus dijemput dulu oleh keponakannya yang segera meluncur di atas motornya.

Kami duduk saja di dalam mobil yang diparkir menghadap ke kebun tak terawat, yang rencananya akan dijadikan perumahan oleh kenalanku yang seorang developer. Suasana sunyi sekali. Karena kami berada di depan kebun yang mirip hutan. Pepohonan yang tumbuh tidak dirawat sedikit pun.

Tapi suasana yang sunyi itu…entah kenapa…tiba-tiba saja membuatku iseng…memegang tangan Bu Rena sambil berkata,

“Bisa 2 jam kita harus menunggu di sini, Bu.”

“Iya Pak,” sahutnya tanpa menepiskan genggamanku,

“Sabar aja ya Pak….di dalam bisnis memang suka ada ujiannya.” Aku terdiam.

Tapi tanganku tidak diam. Aku mulai meremas tangan wanita 30 tahunan itu, yang makin lama terasa makin hangat. Dia bahkan membalasnya dengan remasan. Apakah ini berarti……..ah…..pikiranku mulai melayang-layang tak menentu. Mungkin di mana-mana juga lelaki itu sama seperti aku. Dikasih sejengkal mau sedepa.

Remas-remasan tangan tidak berlangsung lama. Kami bukan abg lagi. Masa cukup dengan remas-remasan tangan? Sesaat kemudian, lengan kiriku sudah melingkari lehernya. Tangan kananku mulai berusaha membuka jalan agar tangan kiriku bisa menyelusup ke dalam bajunya yang sangat tertutup dan bertangan panjang. Bu Rena diam saja. Dan akhirnya aku berhasil menyentuh payudaranya.

Tapi dia menepiskan tanganku sambil berkata,

“Duduknya di belakang saja Pak…di sini takut dilihat orang…” O, senangnya hatiku.

Karena ucapannya itu mengisyaratkan bahwa dia juga mau !

“Kenapa mendadak jadi begini Pak?” tanya wanita berjilbab itu ketika kami sudah duduk di jok belakang, pada saat tanganku berhasil menyelinap ke baju tangan panjangnya dan ke balik BH nya.

“Gak tau kenapa ya?” sahutku sambil meremas payudaranya yang terasa masih kencang, mungkin karena rajin merawatnya. 

“Tapi Pak…uuuuhhhh…..kalau saya jadi horny gimana nih?” wanita itu terpejam-pejam sambil meremas-remas lututku yang masih berpakaian lengkap.

“Kita lakukan saja…asal Bu Rena gak keberatan….” tanganku makin berani, berhasil menyelinap ke balik rok panjangnya, lalu menyelundup ke balik celana dalamnya.

Tanganku sudah menyentuh bulu kemaluannya yang terasa lebat sekali. Kemudian menyeruak ke bibir kemaluannya…bahkan mulai menyelinap ke celah vaginanya yang terasa sudah membasah dan hangat.

“Masa di mobil?” protesnya,

“kata orang mobil jangan dipakai gituan, bisa bikin sial…”

“Emang siapa yang mau ngajak begituan di mobil? Ini kan perkenalan aja dulu….” kataku pada waktu jemariku mulai menyelusup ke dalam liang kemaluan Bu Rena yang terasa hangat dan berlendir…

Wanita itu memelukku erat-erat sambil berbisik,

“Duh Pak…saya jadi kepengen nih….kita cari penginapan aja dulu yuk. Bilangin aja sama orang-orang di sini kalau kita mau datang lagi besok.”

“Iya sayang,” bisikku,

“ Sekarang ini memiliki dirimu lebih penting daripada ketemuan dengan pemilik tanah itu…”

“Ya sudah dulu dong,” Bu Rena menarik tanganku yang sedang mempermainkan kemaluannya,

“Nanti kalau saya gak bisa nahan di sini kan berabe. Nanti aja di penginapan saya kasih semuanya…” Aku ketawa kecil.

Lalu pindah duduk ke belakang setir lagi. Tak lama kemudian mobilku sudah meluncur di jalan raya. Persetan dengan pemilik tanah itu. Sekarang ini yang terpenting adalah tubuh Bu Rena, yang jelas sudah siap diapakan saja. Dengan mudah kudapatkan hotel kecil di luar kota, sesuai dengan keinginan Bu Rena, karena kalau di dalam kota takut kepergok oleh orang-orang yang kami kenal.

Soalnya aku punya istri, Bu Rena pun punya suami. Hotel itu cuma hotel sederhana. Tapi lumayan, kamar mandinya pakai shower air panas. Tidak pakai AC, karena udaranya cukup dingin, rasanya tak perlu pakai AC di sini. Yang penting adalah wanita berjilbab itu…yang kini sedang berada di dalam kamar mandi, mungkin sedang cuci-cuci dulu…sementara aku sudah tak sabaran menunggunya.

Ketika ia muncul di ambang pintu kamar mandi, aku terpana dibuatnya. Rambutnya yang tak ditutupi apa-apa lagi, tampak tergerai lepas….panjang lebat dan ikal. Jujur…ia tampak jauh lebih seksi, apalagi kalau mengingat bahwa ia 5 tahun lebih muda daripada istriku. Rok bawahnya tidak dikenakan lagi, sehingga pahanya yang putih mulus itu tampak jelas di mataku.

Aku bangkit menyambutnya dengan pelukan hangat,

“Bu Rena kalau gak pake jilbab malah tampak lebih cantik….muuuahhhhh…” kataku diakhiri dengan kecupan hangat di pipinya.

Ia memegang pergelangan tanganku sambil tersenyum manis. Dan kuraih pinggangnya, sampai berada di atas tempat tidur yang lumayan besar. Lalu kami bergumul mesra di atas tempat tidur itu. Bu Rena tidak pasif. Berkali-kali dia memagut bibirku. Aku pun dengan tak sabar menyingkapkan baju lengan panjangnya.

Dan…ah…rupanya tak ada apa-apa lagi di balik baju lengan panjang itu selain tubuh Bu Rena yang begitu mulus. Payudaranya tidak sebesar payudara istriku. Tapi tampak indah di mataku. Tak ubahnya payudara seorang gadis belasan tahun. Dan ketika pandanganku melayang ke bawah perutnya…tampak sebentuk kemaluan wanita yang berambut tebal, sangat lebat…. Aku pun mulai beraksi. Mencelucupi lehernya yang hangat, sementara tanganku mulai mengelus bulu kemaluan yang lebat keriting itu.

Bu Rena pun tidak tinggal diam, mulai melepaskan kancing kemejaku satu persatu, lalu menanggalkan kemejaku. Untuk mempermudah, aku pun menanggalkan celana panjang dan celana dalamku. Sehingga batang kemaluanku yang sudah tegak kencang ini tak tertutup apa-apa lagi.

Bu Rena melotot waktu melihat batang kemaluanku yang sudah tak tertutup apa-apa lagi ini.

“Iiiih…punya Bapak kok panjang gede gitu….mmm….si ibu pasti selalu puas ya …” desisnya.

“Emang punya suami Bu Rena seperti apa?” tanyaku.

“Jauh lebih pendek dan kecil,” bisik Bu Rena sambil merangkulku dengan ketat, seperti gemas.

Kembali kuciumi lehernya yang mulai keringatan, lalu turun…mencelucupi puting payudaranya. Kusedot-sedot seperti anak kecil sedang menetek, sambil mengelus-eluskan ujung lidahku di putting payudara yang terasa makin mengeras ini. Sementara tanganku tak hanya diam. Jemariku mulai mengelus bibir kemaluan wanita itu, bahkan mulai memasukkan jari tengahku ke dalam liang kemaluannya.

Bu Rena sendiri tak cuma berdiam diri. Tangannya mulai menggenggam batang kemaluanku. Meremasnya dengan lembut. Mengelus-elus puncak penisku, sehingga aku makin bernapsu. Tapi aku sengaja ingin melakukan pemanasan selama mungkin, supaya meninggalkan kesan yang indah di kemudian hari. Maka setelah puas menyelomoti puting payudara wanita itu, bibirku turun ke arah perutnya. Menjilati pusarnya sesaat.

Lalu turun ke bawah perutnya. 

“Pa jangan ke situ ah…malu…” Bu Rena berusaha menarik kepalaku agar naik lagi ke atas.

Tapi aku bahkan mulai menciumi kemaluanya yang berbulu lebat itu. Lalu jemariku menyibakkan bulu kemaluan wanita itu, mengangakan bibirnya dan mulai menjilatinya dengan gerakan dari bawah ke atas….

“Aduh Pak…ini diapain? Aaah…kok enak sekali Pak…..” Bu Rena mulai menceracau tak menentu.

Lebih-lebih ketika aku mulai mengarahkan jilatanku di clitorisnya, terkadang menghisap-hisapnya sambil menggerak-gerakkan ujung lidahku.

“Oooh Pak…oooh….Pak….iiiih….saya udah mau keluar nih….duuuhhhhhh” celotehnya membuatku buru-buru mengarahkan batang kemaluanku ke belahan memeknya yang sudah basah.

Dan kudesakkan sekaligus….blessss…..agak mudah membenam ke dalam liang surgawi yang sudah banyak lendirnya itu. “Aduuuduuuhhhh…sudah masuk Paaakk…..oooohhhh….” Bu Rena menyambutku dengan pelukan erat, bahkan sambil menciumi bibirku sambil menggerak-gerakkan pantatnya,

“Sa…saya gak bisa nahan lagi…langsung mau keluar Paaak…tadi sih terlalu dienakin…oooh…” Lalu terasa tubuh wanita itu mengejang dan mengelojot seperti sekarat.

Rupanya dia tak bisa menahan lagi. Dia sudah orgasme….terasa liang kemaluannya berkedut-kedut, lalu jadi becek. “Barusan kan baru orgasme pertama,”bisikku yang mulai gencar mengayun batang kemaluanku, maju mundur di dalam celah kemaluan Bu Rena.

Beberapa saat kemudian wanita itu merem melek lagi, bahkan makin gencar menggoyang-goyang pinggulnya, sehingga batang kemaluanku serasa dibesot-besot oleh liang surgawi Bu Rena. Aku tahu goyangan pantatnya itu bukan sekadar ingin memberikan kepuasan untukku, tapi juga mencari kepuasan untuknya sendiri.

Karena pergesekan penisku dengan liang kemaluannya jadi makin keras, kelentitnya pun berkali-kali terkena gesekan penisku.

“Adduuuh, duuuh….Pak…kok enak sekali sih Pak…..aaah…saya bisa ketagihan nanti Pak…..” celotehnya dengan napas tersengal-sengal.

“Aku juga bisa ketagihan,” sahutku setengah berbisik di telinganya, sambil merasakan enaknya gesekan dinding liang kemaluannya,

“memekmu enak sekali, sayang…..duuuuh….benar-benar enak sekaliii….” Aku memang tidak berlebihan.

Entah kenapa, rasanya persetubuhanku kali ini terasa fantastis sekali. Mungkin ini yang disebut SII (Selingkuh Itu Indah). Padahal posisi kami cuma posisi klasik. Goyangan pantat Bu Rena juga konvensional saja. Tapi enaknya luar biasa. Dalam tempo singkat saja keringatku mulai bercucuran. Bu Rena pun tampak sangat menikmati enjotan batang kemaluanku. Sepasang kakinya diangkat dan ditekuk, lalu melingkari pinggangku, sementara rengekan-rengekannya tiada henti terlontar dari mulutnya.

“Ooooh….oooh…hhhh….aaaaahhhhh…oooh…aaaaah….aduuuh Paaak….enak Pak….duuuuh….mmmmhhhhh saya mau keluar lagi nih Paaak….”

“Kita barengin keluarnya yok….” bisikku sambil mempergencar enjotan batang kemaluanku, maju mundur di dalam liang kewanitaan Bu Rena.

“I…iya Pak….bi…bi…biar nikmat…..” sahutnya sambil mempergencar pula ayunan pinggulnya, meliuk-liuk cepat dan membuat batang kemaluanku seperti dipelintir oleh dinding liang kemaluan wanita yang licin dan hangat itu.

Sampai pada suatu saat…kuremas-remas buah dada wanita itu, mataku terpejam, napasku tertahan…batang kemaluanku membenam sedalam-dalamnya….lalu kami seperti orang-orang kesurupan….sama-sama berkelojotan di puncak kenikmatan yang tiada taranya ….. Air maniku terasa menyemprot-nyemprot di dalam liang memek Bu Rena. Liang yang terasa berkedut-kedut.

Lalu kami sama-sama terkapar, dengan keringat bercucuran.

“Ini yang pertama kalinya saya digauli oleh lelaki yang bukan suami saya…” kata Bu Rena sambil membiarkan batang kemaluanku tetap menancap di dalam memeknya.

Kujawab dengan ciuman hangat di bibirnya yang sensual,

“Sama…saya juga baru sekali ini merasakan bersetubuh dengan wanita yang bukan istri saya. Terimakasih sayang…mulai saat ini Bu Rena jadi istri rahasiaku…”

“Dan Bapak jadi suami kedua saya….iiih…kenapa tadi kok enak sekali ya Pak?”

“Mungkin kalau dengan pasangan kita sendiri sudah terlalu biasa, nggak ada yang aneh lagi. Tapi barusan dilepas di dalam…nggak apa-apa ?”

“Nggak apa-apa,” sahutnya dengan senyum manis, mata bundar beningnya pun bergoyang-goyang manja,

“Saya kan ikut KB sejak kelahiran anak kedua…”

“Asyik dong, jadi aman….” “Saya pasti ketagihan Pak….soalnya punya Bapak panjang gede gitu…..” Kata-kata Bu Rena itu membuat napsuku bangkit lagi.

Pengalaman Dengan Teman Kantor Yang Bahenol

Dan batang kemaluanku yang masih terbenam di dalam memeknya, terasa mengeras lagi. Maka kucoba menggerak-gerakkannya…ternyata memang bisa dipakai “bertempur” lagi. Batang kemaluanku sudah mondar mandir lagi di dalam liang vagina Bu Rena yang masih banyak lendirnya tapi tidak terlalu becek, bahkan lebih mengasyikkan karena aku bisa mengentot dengan gerakan yang sangat leluasa tanpa kehilangan nikmatnya sedikit pun. Bahkan ketika aku menggulingkan diri ke bawah, dengan aktifnya Bu Rena action dari atas tubuhku.

Setengah duduk ia menaik turunkan pinggulnya, sehingga aku cukup berdiam diri, hanya sesekali menggerakkan batang kemaluanku ke atas, supaya bisa masuk sedalam-dalamnya. Posisi di bawah ini membuatku leluasa meremas-remas payudara Bu Rena yang bergelantungan di atas wajahku. Terkadang kuremas-remas juga pantatnya yang lumayan besar dan padat. Tapi mungkin posisi ini terlalu enak buat Bu Rena, karena moncong penisku menyundul-nyundul dasar liang vaginanya. Dan itu membuatnya cepat orgasme. Hanya beberapa menit ia bisa bertahan dengan posisi ini. Tak lama kemudian ia memeluk leherku kuat-kuat, seperti hendak meremukkannya.

Lalu terdengar erangan nikmatnya,

“Aaaahhhh….saya keluar lagi Paaaak…..” Kemudian ia ambruk di dalam dekapanku.

Tapi aku seolah tak peduli bahwa Bu Rena sudah orgasme lagi. Butuh beberapa saat untuk memulihkan vitalitasnya kembali. Tak perlu vitalitas. Yang jelas batang kemaluanku sedang enak-enaknya mengenjot memek teman bisnisku ini. Lalu aku menggulingkan badannya sambil kupeluk erat-erat, tanpa mencabut batang kemaluanku dari dalam memeknya yang sudah orgasme kesekian kalinya. Bu Rena memejamkan matanya waktu aku mulai mengentotnya lagi dengan posisi klasik, dia di bawah aku di atas.

Tapi beberapa saat kemudian ia mulai aktif lagi. Mendekapku erat-erat sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan meliuk-liuk ….. Aku pun makin ganas mengentotnya. Tapi ia tak mau kalah ganas. Gerakan pantatnya makin lama makin dominan.

Membuatku berdengus-dengus dalam kenikmatan yang luar biasa.

“Oooh…enak banget Paaak….sa…saya mau keluar lagi ….kita barengin lagi Pak…ta…tadi juga enak sekali….” celotehnya setelah batang kemaluanku cukup lama mengentot liang memeknya.

Aku setuju. Kuenjot batang kemaluanku dengan kecepatan tinggi, maju-mundur, maju-mundur….sampai akhirnya kami sama-sama berkelojotan lagi Saling cengkram, saling lumat….seolah ingin saling meremukkan….dan akhirnya air maniku menyemprot-nyemprot lagi di puncak kenikmatanku, diikuti dengan rintihan lirih Bu Rena yang sedang mencapai orgasme pula.

“Kita kok bisa tiba-tiba begini ya?” cetus bu Rena waktu sudah mengenakan pakaiannya lagi.

“Iya…dari rumah aja gak ada renana….tapi tadi mendadak ada keinginan…untunglah ibu gak menolak…terimakasih ya sayang,” sahutku dengan genggaman erat di pergelangan tangannya, kemudian kukecup mesra bibirnya yang tipis mungil itu.

Wanita itu tersenyum. Memeluk pinggangku sambil berkata perlahan,

“Kita harus berterimakasih pada pemilik tanah itu, ya Pak. Gara-gara dia gak ada di tempat, kita jadi ada acara mendadak begini.” Aku mengangguk dengan senyum.

Sementara hatiku berkata,

“Gara-gara sopirku gak masuk pula, aku jadi punya kisah seperti ini. Kalau ada dia, aku tentu takkan sebebas ini.”

Sore itu kami pulang ke rumah masing-masing, dengan perasaan baru. Bahkan malamnya, ketika istriku sudah tertidur pulas, aku masih sempat smsan dengan bu Rena. Salah satu smsnya berbunyi:

Cerita sex : Penungguan Yang Membawa Kenikmatan

“Puas banget…punya saya sampe terasa seperti jebol….punya bapak kegedean sih…kapan kita ketemuan lagi?” Kujawab singkat,

“Kapan pun aku siap..” Satu kisah indah telah tercatat di dalam kehidupanku. Yang tak mungkin kulupakan.

Bagikan ke yang lainnya
Telegram
Tutup
Tutup