Lensa69

Reporter Cantik Yang Di Kimpoi Di KA

Reporter Cantik Yang Di Kimpoi Di KA

Cerita seks ini berkisah tentang seorang wanita yang bernama Icha, seorang gadis berusia 24 tahun, tingginya 165cm dengan berat badan yang cukup ideal, 53kg, dengan ukuran payudara 34C. Dia bekerja di salah satu stasiun televisi swasta sebagai reporter.

Icha beparas cantik dan berkulit putih mulus sehingga dia dapat diterima bekerja sebagai reporter di XX tv sejak dua tahun yang lalu. Sebagai seorang reporter yang pastinya sering muncul menyapa pemirsa di layar kaca, tentunya membuat Icha meraih popularitas sehingga banyak orang mengenalinya.

Banyak hal yang dirasa menyenangkan bagi Icha karena popularitas yang didapatnya, diantaranya pada waktu keluar berjalan-jalan, banyak orang yang mengenalinya dan tersenyum kepadanya serta menyapanya, bahkan hingga meminta tanda tangannya.

Namun, jika ada hal-hal yang positif tentu saja ada pula yang negatif, diantaranya banyak lelaki yang suka bersiul suit-suit ketika ia lewat, seringkali hampir dicolek oleh tangan jahil lelaki iseng dan mupeng

hingga yang baru saja terjadi, ada yang nekad mencari kesempatan untuk mengintip Icha kala sedang berganti pakaian di dalam kamar pas di sebuah department store di dalam sebuah pusat perbelanjaan, sialnya pelakunya tidak berhasil tertangkap tangan.

Sebagai seorang reporter, tentunya Icha sering meliput berita di sana-sini, lumayanlah itung-itung sekalian jalan-jalan sembari shopping, begitu pikirnya. Terhitung hampir semua daerah, dari Sabang sampai Merauke sudah pernah disinggahinya kala melakukan rutinitasnya sebagai seorang reporter televisi.

Walaupun begitu, ia jarang mendapatkan kesempatan untuk melakukan liputan ke luar negeri sehingga suatu saat, ketika atasannya memberikan kesempatan kepadanya untuk meliput berita di Jepang, Icha girang sekali dan langsung memutuskan untuk mengambil kesempatan tersebut.

Walaupun tahu bahwa harga-harga di Jepang sangat mahal, ia juga telah menyiapkan anggaran untuk belanja. Di Jepang nanti, Icha ditugaskan untuk meliput sebuah festival adat di Jepang beserta segala keunikannya. Hari yang dinanti-nantikan tibalah juga. Icha berangkat ditemani oleh Tini, seorang camera person dari XX tv ke Jepang.

Tini berusia dua tahun lebih muda dari Icha, tinggi badannya sepantaran dengan Icha namun sedikit lebih kurus dengan payudara yang lebih kecil 34A, gayanya modis, dan rambutnya seringkali bergonta-ganti warna.

Kali ini ia mengecat rambutnya dengan warna coklat kemerahan, menambah cantik penampilannya yang juga berkulit putih. Mereka menggunakan jasa salah satu maskapai penerbangan dalam negeri karena memang maskapai dalam negeri tidak dicekal di Jepang seperti halnya yang dilakukan oleh negara-negara Uni-Eropa. Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam, tibalah Icha dan rekannya di bandara internasional Narita.

“Lo kenapa Tin?”, tanya Icha pada kawannya. “Kok kelihatannya lesu gitu?
“Ya ialah, lama banget tuh perjalanan tadi, lo sih enak, molor terus!”

Ucapan temannya tersebut hanya ditanggapi dengan tawa oleh Icha, karena memang selama perjalanan menuju Jepang, ia lebih banyak tidur, bukan karena fasilitas pesawat yang nyaman, namun lebih dikarenakan balas dendam, balas dendam?

Lho? Memang, seminggu terakhir sebelum berangkat ke Jepang, ia terus melakukan liputan berpindah-pindah kota untuk sebuah program wisata belanja, hal itu dilakukannya untuk mengejar deadline dari pimpinan redaksi.

Selama di Jepang, rencananya Icha dan Tini akan tinggal di rumah Noni, kawan akrab Icha kala masih duduk di bangku SMU, Noni sekarang bekerja sebagai seorang designer dan tinggal dekat kawasan Shibuya. Hal ini juga merupakan suatu kebetulan bagi Icha karena Shibuya memang terkenal dengan wisata belanja, kegemaran utama Icha.

Setibanya di kediaman Noni, Icha dan Tini langsung memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu seusai perjalanan panjang dari Indonesia, malam harinya Icha mengajak Noni untuk mengantarnya berbelanja keesokan harinya.

“Non, besok selesai liputan, lo anterin gue shopping yuk, gue kan disini cuman dua hari”.
“Aduuuh, sorry Cha, gue besok ada meeting sama klien, enggak bisa ditinggalin. Plus sorenya gue ketemuan sama cowok gue. Emm, lo ditemenin sama si Tini aja ya? Ntar gue kasih tahu tempat-tempat yang barangnya bagus dan murah.”
“Yah, si Tini kan sama aja kaya gue, awam sama daerah sini, lo gimana sih?”
“Iya, iya, soriii banget tapi gue betul-betul nggak bisa, lagian transportnya gampang kok, naik KRL sekali juga nyampe.”
“Mmm….. ya sudah deh engga apa-apa kalau begitu.” Jawab Icha dengan muka masam. “Eh, omong-omong cowok lo cakep ga?”
“Yaa, itu kan relatif, tapi umurnya udah jauh lebih tua, ada terpaut lima belas tahunan sama gue, lumayan tajir lagi.”
“Gila lo, sekarang kok seleranya berubah, seneng sama om-om, hahahaha.” Mereka pun bercanda hingga merasa mengantuk dan beristirahat kemudian.

Keesokan harinya, Icha dan Tini menyelesaikan liputan berita untuk XX tv dengan lancar, mereka pun kembali terlebih dahulu ke tempat Noni untuk meletakkan kamera dan berganti pakaian. Icha dan Tini sepakat kompakan memakai rok span berwarna senada, hitam, sehingga tampak kontras dengan paha keduanya yang putih mulus.

Tini memadukan roknya dengan blouse putih, sedangkan Icha memilih mengenakan kemeja berwarna krem, mereka berdua mengenakan mantel bulu karena udara yang lebih dingin dibanding di tanah air. Berdua, mereka berangkat naik taksi ke stasiun dan kemudian membeli tiket kereta rel listrik, tak lama menunggu, kereta pun datang dan mereka segera naik.

Sementara itu, di tempat kerjanya, Noni tampak teringat sesuatu dan mengangkat ponselnya, hendak menelepon Icha, namun, “astaga, dia belum ganti nomor lokal, enggak bisa dihubungi deh.

” Kata Noni dalam hati dengan wajah yang tampak kebingungan karena hendak memberitahukan sesuatu pada Icha namun tidak bisa dilakukan.

Di dalam kereta, Icha dan Tini ternyata tidak dapat menemukan tempat duduk yang kosong, sehingga keduanya pun memutuskan untuk berdiri sambil ber peggang pada pegangan yang sengaja dibuat untuk penumpang yang tidak kebagian tempat duduk.

Lima menit berlalu, sambil berdiri, Tini dan Icha baru menyadari bahwa hampir seluruh penumpang di gerbong tersebut adalah laki-laki, hanya ada dua wanita tua yang sedang terlelap duduk di ujung gerbong.

Perhentian berikutnya, beberapa penumpang turun, Icha dan Tini mencoba mengambil kesempatan untuk duduk, namun keduluan oleh beberapa penumpang lain yang sedari tadi juga berdiri. Segerombolan penumpang baru juga masuk, dan seluruhnya pria. Space untuk berdiri pun kian sempit, sehingga Icha dan Tini hampir dikelilingi oleh gerombolan pria yang bau naik tadi.

“Yah, sial, berdiri lagi deh.” Ujar Icha yang diamini oleh Tini.
“Liat deh, penumpangnya laki semua tapi nggak ada yang gentleman, ngasih tempat duduk kek buat makhluk-makhluk cantik, ha2.” Canda Tini yang disambut tawa renyah Icha

Sesaat setelah itu, terdengar suara seseorang dibelakang mereka, dari nada bicaranya nampaknya bertanya sesuatu kepada mereka. Mereka pun menoleh mencari si sumber suara. Tampak di hadapan mereka seorang bapak berwajah ramah, jika ditaksir, kira-kira umurnya empat puluhan. Ternyata orang tersebut yang memanggil tadi.

“Ima nanji desu ka?”

Icha dan Tini sama-sama bengong karena sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja diucapkan pria tersebut. Seolah mengerti bahwa yang diajak bicara tidak mengerti bahasanya, bapak tersebut mengulangi pertanyaannya.

“Ano, What is da time?” Ujarnya dengan bahasa Inggris sekenanya sambil menunjuk pergelangan tangannya sendiri.

Icha dan Tini baru mengerti apa yang ditanyakan tadi ketika si bapak berwajah ramah mengulangi pertanyaannya dalam bahasa Inggris, walaupun tata bahasanya salah.

Untungnya Icha sudah mencocokkan jam tangannya dengan waktu setempat. Ia pun memperlihatkan jam tangannya kehadapan bapak itu agar dapat melihat sendiri pukul berapa sekarang. Bapak itu pun manggut-manggut setelah melihat jam. “Domo arigato gozaimasu” Ucapnya sambil tersenyum.

Kalau yang ini Icha mengerti bahwa artinya terima kasih, ia pun membalas senyuman bapak itu, sementara Tini hanya memperhatikan dari tadi. Sebelum sempat membalikkan badan, Icha merasakan ada tangan yang menyenggol paha bagian belakangnya. Ia pun berbisik kepada Tini,

“Tin, tadi kayak ada yang nyolek gue deh.”
“Masa? Kok sama, tadi juga kayak ada yang nyenggol pantat gue.” bisik Tini.
“Ya udahlah, mungkin kebetulan saja, kereta ini kan bergerak terus jadi mungkin ada yang badannya jadi gak seimbang dan gak sengaja nyenggol. ” tukas Icha. Tini pun mengiyakan ucapan temannya itu dan bersikap santai saja sambil menunggu kereta sampai di tujuan.

Belum ada lima detik dari senggolan pertama tadi, kembali Icha merasakan rabaan pada pantatnya, kali ini bukan lagi menyenggol, namun terasa sedikit meremas. Terkejut, Icha pun berusaha menepis tangan itu. Merasakan gelagat yang tidak baik, Icha mengajak Tini menjauh dari tempat berdiri mereka sekarang.

Icha

Namun belum sempat mereka bergerak, ada tangan-tangan yang mencengkram lengan mereka berdua sehingga mereka tidak dapat bergerak kemana-mana. Disaat bersamaan, kedua wanita cantik itu merasakan tangan yang menjamah tubuh mereka kian banyak. Ada yang meremas-remas pantat mereka dan ada yang naik meraba payudara mereka.

Merekapun berusaha meronta melepaskan diri dari situasi tersebut, tangan keduanya bergerak menepis tangan-tangan jahil itu. Namun apa daya dua pasang tangan melawan tangan-tangan sebanyak itu.

“Ehh, apa-apaan ini!” teriak Icha. Namun ia menyadari tidak ada yang paham ucapannya. Ia pun berusaha menggunakan bahasa Jepang sebisanya. “Ieee, bageroooo! Emph….” Sebelum sempat meneruskan teriakannya, ada tangan kokoh membekap mulutnya dari belakang sehingga ia tak lagi mampu berkata-kata.

Semakin lama, jamahan dari tangan-tangan itu kian mengarah ke paha bagian dalam Icha. Ia pun berusaha mengatupkan kedua kakinya sehingga tangan-tangan itu tidak dapat menjangkau bagian vitalnya.

Namun usaha itu sia-sia karena tangan-tangan lain sudah mencengkeram dan merenggangkan kakinya sehingga posisinya terbuka dan tangan-tangan jahanam itu dapat leluasa bergerak menuju vagina Icha yang masih tertutup g-string seksi warna hitam.

“Mmh…. hhhh” Icha hanya bisa sedikit mendesah, dalam keadaan mulutnya disumpal telapak tangan seseorang dibelakangnya. Icha mencoba melihat dimana posisi Tini, tapi ia tidak dapat melihat temannya itu, di sekitarnya hanya ada segerombolan laki-laki.

Perlahan, tangan-tangan tersebut mulai membuka kancing kemeja krem Icha. Icha pun berusaha meronta sebisanya, namun hal tersebut hanya membuat pertahanannya lebih longgar karena berikutnya, mantel bulu yang dikenakannya berhasil direnggut oleh seorang laki-laki anggota gerombolan itu.

Kini, Icha masih berpakaian lengkap minus mantel bulunya, namun kancing kemejanya sudah terbuka seluruhnya, memperlihatkan payudara Icha yang sekal dan hanya ditutupi oleh bra berwarna putih. Tangan-tangan yang menjamahnya seolah semakin menggila dengan keadaan tersebut.

“Mmm…!”, terdengar suara teriakan tertahan Icha. Rupanya ada yang meremas-remas payudara Icha dengan keras sehingga ia berteriak tertahan. Berikutnya, dengan sekali hentakan, robeklah bra putih yang dikenakan Icha memperlihatkan dua gundukan indah dengan puting berwarna kecoklatan.

Kini, tubuh bagian atas Icha sudah terbuka dan hanya menyisakan kemejanya yang seluruh kancingnya sudah terbuka. Melihat pemandangan tersebut, seorang diantara gerombolan tersebut bergerak maju dan mulai memainkan puting payudara sebelah kanan Icha, sementara mulutnya mulai ‘menyusu’ ke payudara sebelah kiri Icha.

Yang lebih membuat Icha terkejut adalah, orang tersebut ternyata si bapak berwajah ramah yang bertanya jam tadi. Dalam hatinya Icha berkata “dasar tua cabul, tahu begini udah gue tonjok dari tadi”.

Sementara itu, tangan-tangan yang ‘beroperasi’ di bagian bawah tubuh Icha semakin berani, ada yang menarik roknya keatas sebatas pinggang, sehingga kini rabaan dan sentuhan mereka dapat langsung bersinggungan dengan kulit telanjang Icha, sebuah tangan meraba naik paha bagian dalamnya dan bersentulah dengan liang vagina Icha yang masih terbungkus g-string hitam. Tangan itu menggesek-gesek kemaluan Icha dengan gerakan maju-mundur. Mendapat rangsangan yang demikian hebat, Icha pun mulai terangsang diluar kemauannya sendiri.

Seolah mengetahui hal tersebut, tangan yang membekap mulutnya mulai mengendurkan pegangan dan perlahan melepaskan bekapannya. Icha tak lagi berteriak-teriak, mungkin karena sudah terlampau lelah meronta, disamping itu, tidak bisa dipungkiri bahwa ia menjadi sangat terangsang dengan keadaan ini.

Tanpa disadari oleh Icha, ternyata g-stringnya sudah tidak berada ditempatnya semula, entah kemana, memperlihatkan vaginanya yang dihiasi bulu-bulu kemaluan yang dicukur rapi, sehingga tangan yang tadinya hanya menggesek-gesek kemaluannya, perlahan mulai memainkan jari-jarinya diatas klitoris Icha.

Icha terangsang hebat diperlakukan seperti ini, namun ia tidak ingin semua laki-laki dihadapannya tahu bahwa ia terangsang, karena hal tersebut pasti akan membuat mereka merasa senang dan puas. Iapun mencoba menutupinya dengan mengatupkan bibir mungilnya rapat-rapat dan mencoba untuk tidak bersuara, apalagi mendesah.

Namun cobaan terasa semakin sulit bagi Icha, selanjutnya, jari tengah si bapak berwajah ramah digerakkan keluar-masuk di dalam liang vagina Icha, didalam vaginanya, jari itu sedikit ditekukkan sehingga mengenai g-spot milik Icha. Icha semakin tidak kuasa menahan gejolak birahi yang dahsyat, mulutnya tetap ditutup rapat-rapat, namun sesekali terdengar desahan tertahan.

“Emmh… hhh”.

Gerakan jari itu kian lama kian cepat sehingga pertahanan Icha yang mati-matian berusaha tidak menunjukkan ekspresi kenikmatan akhirnya bobol juga.

“Mmhh… aa… aaaaaahh!!” Teriakan itu disertai getaran hebat, ia menggelinjang menerima orgasme pertamanya.

Cengkeraman tangan dari para lelaki yang sedari tadi memegangnya kuat-kuat, akhirnya dilepaskan. Icha terduduk lemas, tubuhnya terasa panas terbakar gejolak birahi. Perasaannya bercampur aduk, antara malu, terhina, marah dan nikmat. Hanya sekitar lima-enam detik kemudian, tubuh Icha kembali diangkat oleh para lelaki Jepang tersebut, namun kali ini beberapa orang diantara mereka sudah melorotkan celana masing-masing, memperlihatkan penis masing-masing yang sudah tegak mengacung.

Mengetahui apa yang akan dilakukan gerombolan lelaki itu, Icha coba berontak dengan menggunakan tenaganya yang tersisa, namun seorang diantara gerombolan itu, tubuhnya kurus dan agak tonggos, meremas kedua payudaranya kuat-kuat sehingga Icha merintih kesakitan dan mencoba menepis tangan itu dari atas payudaranya.

Disaat bersamaan, pinggang Icha ditarik kebelakang oleh si bapak berwajah ramah yang langsung menancapkan penis 15cm-nya kedalam vagina Icha dengan sekali hentakan keras. Bless, masuklah penis itu disertai teriakan panjang Icha yang baru pertama kali dimasuki oleh penis laki-laki. Bapak itu memompa tubuh Icha dengan cepat.

Icha Di Kimpoi

“Plok…plok”, begitu bunyi yang terdengar ketika paha bapak itu beradu dengan paha bagian belakang Icha. Para lelaki yang lain tidak hanya diam saja, sebagian menjamah bagian-bagian sensitif Icha dengan leluasa, sebagian lagi terlihat mengocok penisnya sendiri, dan ada pula yang meraih tangan Icha, dan memaksa Icha untuk mengocok penisnya.

Ada seorang lagi yang berperawakan pendek memasukkan penisnya kedalam mulut Icha dan menggerakkannya maju-mundur. Sehingga sekarang, Icha dalam posisi setengah membungkuk dan disetubuhi dari arah depan dan belakang tubuhnya. Lima belas menit berlalu, lelaki yang penisnya dikocok oleh tangan mungil Icha, tampak tidak kuat lagi menahan gelombang orgasme dan berejakulasi sesaat kemudian, crott!! spermanya muncrat dengan deras dan sebagian mengenai wajah Icha.

“Ah…. ahhh”, Icha mendesah setiap kali penis si bapak masuk dengan dalam di vaginanya. Lima menit kemudian, tubuh Icha bergetar hebat, ia mendapatkan orgasme keduanya. “Aaaa.. aaahh!!” Desahnya.

Tidak berapa lama, penis didalam mulut Icha menyemburkan spermanya.

Membuat Icha gelagapan dan tersedak sehingga sebagian sperma itu tertelan olehnya, sementara sebagian lagi meleleh keluar dari bibit indahnya. Si bapak yang memompa vagina Icha rupanya kuat juga, masih belum menampakkan tanda-tanda akan keluar. Bapak itu rupanya pandai memainkan tempo, terkadang kocokan penisnya dipelankan dan terkadang cepat. Tampaknya ia benar-benar ingin menikmati jepitan vagina Icha sepuasnya. Sepuluh menit kemudian, cengkeraman tangan bapak itu di pinggang Icha tiba-tiba mengeras, bapak itu pun mulai setengah mendesah.

“Hhhh…. ah..” Icha tahu bahwa orang dibelakangnya ini akan segera berejakulasi, ia pun mencoba menarik badannya ke arah depan sehingga rahimnya dapat diloloskan dari semburan sperma bapak brengsek itu, namun sia-sia, baru setengah penis yang bisa dikeluarkan dan “Aaaaaahh” Crott, crott, crott!

Sperma bapak itu keburu keluar membanjiri bagian dalam vagina Icha.

“Aah, sial, damn..” gerutu Icha dalam hati karena bapak itu keluar didalam vaginanya.

Tubuh Icha pun digeletakkan di atas lantai kereta dan dikelilingi tiga orang lelaki lagi yang dengan irama cepat mengocok sendiri penis masing-masing di depan wajah Icha, dan beberapa saat kemudian berejakulasi dan menyemburkan sperma masing-masing di wajah Icha.

Para lelaki itu pun meninggalkan Icha terkulai diatas lantai kereta dalam keadaan telanjang bulat dengan hanya mengenakan kemeja warna krem yang sudah kusut dan basah oleh peluh dan sperma. Payudaranya dipenuhi bekas-bekas remasan dan cupangan yang berwarna kemerahan. Dalam keadaan lemas, ia mencoba mencari Tini yang sejak tadi tidak terlihat. Rupanya, Tini mengalami hal yang sama dan ditinggalkan tergeletak lemas bermandikan keringat dan sperma.

Tidak ingin berlama-lama dalam keadaan demikian, Icha segera berdiri, mengelap keringat dan sperma di sekujur tubuhnya dengan bra putihnya yang sudah robek, kemudian mengancingkan kembali kemejanya dan menurunkan roknya kembali. Icha kemudian mengajak Tini yang juga sudah merapikan diri, untuk keluar dari kereta dan mengajaknya untuk kembali saja ke tempat Noni. Kejadian barusan membuat hasrat belanjanya hilang.

Setibanya mereka di rumah Noni, mereka pun mandi membersihkan tubuh masing-masing dari sisa-sisa persetubuhan yang baru saja dialami. Kemudian mengistirahatkan tubuh masing-masing. Sorenya, bel depan berbunyi, rupanya Noni sudah pulang. Tini yang membukakan pintu. setelah masuk kedalam rumah, Noni menanyakan keadaan kedua temannya itu. Icha dan Tini pun menceritakan hal yang tadi mereka alami di kereta sehingga mereka berdua membatalkan niat belanjanya.

“Waduh, gue minta maaf bener. gue lupa kasih tahu kalian, sebenarnya ada kereta khusus untuk penumpang wanita di sini, karena emang banyak kejadian begini sebelumnya.”
“Yah, lo kok enggak kasih tahu kita dari kemarin sih Non? Kalau tahu, kan kita enggak bakal diperkosa begini.”
“Iya, iya, gue bener-bener mohon maaf.” Ucap Noni. Perkosaan yang Kualami dengan Temanku di Gerbong Kereta
“Eh iya, kalian mau enggak, gue kenalin sama cowok gue? Kebetulan tuh, sebentar lagi kesini.”

Icha dan Tini mengiyakan tawaran itu karena memang penasaran seperti apa muka pacar si Noni. Beberapa saat kemudian, kembali terdengar bunyi bel. Noni beranjak keluar. Saat kembali ke dalam rumah, ia berjalan bersama sesosok pria. Icha terkesiap. Astaga, ternyata si bapak berwajah ramah.

Baca juga : Nikmatnya Memek Tetanggaku Ibu Leni

Bagikan ke yang lainnya
Telegram
Tutup
Tutup